Monthly Archives: September 2011

ANALISIS JURNAL : TUGAS 3 METODE RISET : BAB I

Standar

Judul : DAMPAK KEBERADAAN PASAR MODERN TERHADAP PREFERENSI BELANJA DI PASAR TRADISIONAL

Pengarang : Novie Ayu Anggraeni (11209165)

Tahun : 2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasannya kebutuhan penduduk semakin meningkat berbanding lurus dengan tingkat pertambahan penduduknya. Pergerakan dalam pemenuhan kebutuhan ini hendaknya dapat memberikan  suatu kesempatan bagi para pemodal untuk ikut melancarkan distribusi baraqng dan jasa kepada konsumen langsung . Adalah suatu peluang bisnis yang baik untuk menggarap pangsa pasar yang potensial ini.  Terlebih lagi adanya regulasi pemerintah mengenai permodalan asing, dimana pemodal besar asing siap menggelontorkan proyek proyek pusat perbelanjaan yang modern dan nyaman sesuai dengan keinginan masyarakat. Kondisi pada dewasa ini adalah banyak timbulnya permasalahan dan persaingan antara pasar modern dan tradisional yang sempat menarik perhatian pemerintah dan konsumen sendiri. Makin menjamurnya pasar modern dianggap sebagai suatu ancaman bagi keberadaan pasar tradisional. Pasalnya dari beberapa  hasil penelitian  menyebutkan bahwa semenjak menjamurnya pasar modern, omset pasar tradisional menurun drastis.

Peningkatan Jumlah Outlet Pasar Modern di Indonesia 1997 s/d 2003

http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=266

Perkembangan pasar modern yang tidak seimbang dengan perkembangan pasar tradisional menjadi sebuah polemik, dimana pangsa pasar potensial yang sebelumnya dimiliki oleh pasar tradisional banyak beralih pada pasar modern. Hal inilah yang menjadi motivasi penulis untuk mengamati fenomena ini. Seberapa jauh dampak perkembangan pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional.

Pertumbuhan pasar modern (termasuk hypermarket, supermarket, supermall, minimarket, dll) sebesar 31,4 %, sedangkan pertumbuhan pasar tradisional minus 8,1 %. Kondisi penduduk yang tidak tersebar secara merata, membuat para pelaku kegiatan perdagangan mencari lokasi untuk kegiatan usahanya. ( survey AC Nielsen).

Mekanisme pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi, seperti munculnya kelompok superior dan inferior, yang tercermin pada sektor ekonomi modern dan sektor ekonomi tradisional, dan life style.

Selama tujuh tahun (1997-2003) peningkatan jumlah outlet hypermarket dan supermarket cukup tajam , dengan persebaran supermarket sebagai berikut: Jakarta 38,6 %, Surabaya 11,8%, Bandung 11,6 %, Botabek 10,2 %, Medan 6,5 %, Semarang 4,4 %, Makasar 4,3 %, Palembang 3,5 %, Denpasar 3,1 %, Yogyakarta 2,9 %, Padang 1,6 %, dan Solo 1,5 % (AC Nielsen, 2004). Tujuh tahun yang lalu hampir semua supermarket berada di Jabotabek, namun sekarang hanya 50 % karena pembangunan supermarket meluas ke pulau-pulau lainnya, ke secondary cities dan tertiary cities bahkan kawasan perdesaan yang cukup luas di Pulau Jawa

Jumlah Pusat Perdagangan di Indonesia

http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=266

Pada tahun 2010 supermarket melayani lebih dari 50 % food retailIndonesia. Selama dekade 2003 – 2005 jumlah minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) meningkat tajam  dan melakukan penetrasi ke kawasan/blok-blok permukiman.

Estimate: 2% per year Drop in market share of Traditional Retail

Di balik itu semua perkembangan pasar tradisional mengalami stagnasi, bahkan berdasarkan hasil kajian AC Nielsen teridentifikasi bahwa peranan pasar tradisional menurun 2,0 % setiap tahunnya (AC Nielsen,2005).

Maka dari itu, dipandang perlu bagi semua pemangku kepentingan untuk mengetahui faktor-faktor yang mengokohkan pasar tradisional serta dampak perkembangan pasar modern dan tradisional mengingat persaingan semakin berat. Proteksi terhadap pasar tradisional harus menjadi perhatian, karena sejatinya pasar tradisional adalah cermin budaya.

I.2 Masalah

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pergeseran dan persaingan antara pasar modern dan pasar tradisional semakin meruncing. Pasalnya pasar modern dianggap menjadi penyebab turunnya omset penjualan pasar tradisional secara drastis. Konsumen lebih memilih pasar modern dengan alasan yang cukup rasional seperti penawaran dengan strategi harga yang menarik, tempat yang nyaman, serta beberapa fasilitas lain. Hal ini menjadi suatu ‘dilema’ bagi pelaku pasar tradisional, karena mereka terancam kehilangan pangsa pasar yang potensial.  Namun di sisi konsumen, adanya pasar modern menjadi harapan terciptanya kondisi pasar yang nyaman untuk mereka datangi. Dari pembahasan diatas, kita dapat analisis sejauh mana pengaruh /  implikasi perkembangan pasar modern terhadap eksistensi pasar tradisional.

I.3 Tujuan

Adanya persaingan antara pasar modern dengan pasar tradisional cukup meresahkan beberapa kalangan, khususnya pelaku pasar tradisional. Diharapkan dari penelitian ini dapat menunjukkan preferensi yang reliabel terhadap keputusan berbelanja ibu rumah di pasar tradisional tangga saat ini.

ANALISIS JURNAL 3 : TUGAS 2 METODE RISET

Standar

Judul : DAMPAK SUPERMARKET TERHADAP  PASAR DAN PEDAGANG RITEL TRADISIONAL DI DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA

Pengarang : Daniel Suryadarma
Adri Poesoro
Sri Budiyati
Akhmadi
Meuthia Rosfadhila

Tahun : November, 2007

Latar Belakang

Supermarket bermerek asing mulai masuk ke Indonesia pada akhir
1990-an semenjak kebijakan investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998. Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan supermarket di kotakota lebih kecil dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang harga. Akibatnya, bila supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an (CPIS 1994), penjamuran supermarket hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui strategi pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah untuk mengakses supermarket. Persoalan ini tentu juga dialami di negara berkembang lainnya (Reardon et
al 2003; Collett & Wallace 2006). Kendati persaingan antarsupermarket secara teoretis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu. Studi ini menganalisis dampak supermarket pada pasar tradisional.

Tujuan

Studi ini mengkaji kebenaran di balik klaim-klaim tersebut dengan mengukur dampak supermarket pada pedagang pasar tradisional di pusat-pusat perkotaan di Indonesia.

Masalah

klaim bahwa pasar tradisional merupakan korban sesungguhnya dari
persainga,  karena mereka terpaksa kehilangan pelanggan akibat tawaran produk produk bermutu dengan harga murah dan kenyamanan lingkungan berbelanja dari supermarket. Karena itu, ada desakan agar pembangunan supermarket dibatasi, khususnya pada lokasi yang berdekatan dengan pasar tradisional.

Metodologi

Studi ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi dampak kuantitatif menggunakan metode difference-in-difference dan model ekonometrik, dua metode yang lazim dipakai dalam evaluasi dampak (Baker 2000). Sementara itu, evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan informan kunci. Studi ini menggunakan kuesioner untuk para pedagang dan panduan wawancara untuk para informan kunci sebagai instrumen penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tentang
pendapat para pedagang mengenai usahanya dan dampak supermarket, serta fakta berkenaan dengan kegiatan pedagang.
A. Metode Difference-in-Difference(DiD)
Metode DiD mensyaratkan pencatatan keadaan dalam dua periode waktu – sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Dalam hal ini, perlakuan adalah pembukaan supermarket. Selanjutnya, juga harus terdapat kelompok kontrol (contoh: pedagang di pasar tradisional tanpa supermarket di sekitarnya), dan karakteristik kelompok perlakuan dan kelompok kontrol harus serupa. Kerangka metode DiD ditunjukkan oleh persamaan 1.
Dampak = (T2 – T1) – (C2 – C1) (1)
Di mana T1 dan T2 merupakan kondisi pedagang di pasar tradisional sebelum dan sesudah hadirnya supermarket dekat pasar tradisional, sedangkan C1 dan C2 merupakan keadaan para pedagang di pasar tradisional di mana tidak terdapat supermarket di dekatnya selama periode yang sama seperti kelompok perlakuan. Jika dampak secara signifikan berbeda dari nol, maka supermarket berdampak nyata pada pasar tradisional. Dalam studi ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2003 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut.
Selain itu, kehadiran hipermarket di kota-kota lebih kecil dimulai pada akhir 2003, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline.
B. Model ekonometrik
Bila DiD hanya menghitung apakah perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik siginifikan tanpa mengontrol variabel lain, maka model ekonometrik mengontrol kondisi-kondisi lain yang turut menyumbang pada hasil. Kondisi yang terukur mencakup tingkat pendidikan pedagang, jenis komoditas yang dijual, dan lokasi kios. Untuk mengontrol keadaan yang tidak teramati, disertakan juga variabel boneka lokasi dalam beberapa variabel khusus. Studi ini menggunakan dua bentuk model ekonometrik yang langsung dapat diestimasi (reduced forms). Yang pertama hanya menggunakan kondisi ex-ante (kondisi sebelum
dilakukan intervensi) sebagai variabel kontrol, sementara yang lain menggunakan baik kondisi ex-ante dan perubahan-perubahannya antara 2003 dan 2006. Model-model umum yang digunakan ditunjukkan dalam persamaan 2 dan 3.
i i i i DC =a + bX +gS +e (2)
‘ ‘ ‘ ‘ ‘
i i i i i DC =a + b X +q DX +g S +e (3)
di mana DCi adalah perubahan proporsional dalam indikator kinerja pedagang i. Indikator kinerja yang kita pakai adalah keuntungan, omzet, dan jumlah karyawan. Xi adalah variabel kontrol, DXi adalah perubahan dalam variabel kontrol, dan Si adalah variabel yang membedakan kelompok kontrol dari kelompok perlakuan, di mana digunakan dua indikator yang berbeda: variabel boneka dan jarak pada supermarket terdekat. Rata-ratadan deviasi standar variabel kontrol dapat dilihat di Lampiran V.
C. Wawancara Mendalam
Evaluasi dampak kualitatif mencakupi wawancara dengan para pemangku kepentingan di sektor usaha ritel: pedagang pasar tradisional yang terseleksi; pengelola pasar tradisional; pengelola supermarket; pejabat pemerintah terkait di badan-badan perencanaan daerah, dinas industri dan perdagangan, dan dinas pasar; APRINDO; dan APPSI di kabupaten sampel. Secara total, 37 informan kunci diwawancara.

Analisis

Dari hasil pengamatan, ada sebagian pasar tradisional yang terkena dampak supermarket sementara sebagian lainnya tidak. Demikian itu dipengaruhi beberapa faktor yaitu:

Pertama adalah faktor jarak antara pasar tradisional dan supermarket, di mana
pasar tradisional yang berada relatif dekat dengan supermarket, paling banyak terkena dampak.

Kedua, faktor yang terpenting adalah karakteristik konsumen pada pasar
tradisional. Pasar tradisional yang pelanggan utamanya dari kalangan kelas menengah ke atas, seperti Pasar Pamoyanan, merasakan dampak yang paling besar akibat kehadiran supermarket. Semakin jauh jarak pasar tradisional ke supermarket, semakin banyak jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang.

Kesimpulan

Umumnya, para pedagang baik pada pasar perlakuan maupun pada pasar kontrol sama sama mengalami kelesuan usaha selama tiga tahun, antara 2003 dan 2006. Dalam wawancara mendalam, para responden mengungkapkan bahwa penyebab utama kelesuan ini adalah lemahnya daya beli pelanggan sebagai akibat lonjakan harga BBM pada 2005 dan peningkatan persaingan dengan PKL yang berjualan di lahan parkir dan area lain di sekitar pasar, dan bahkan menutup pintu masuk pasar. Penyebab ketiga yang terkait dengan kelesuan usaha yang dialami pedagang pasar tradisional adalah supermarket. Hal ini secara khusus ditemukan pada pedagang di pasar kelompok perlakuan. Secara khusus
supermarket telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kelesuan usaha para pedagang di Pasar Pamoyanan di Bandung, satu-satunya pasar dalam studi ini yang mayoritas pelanggannya berasal dari rumah tangga kelas menengah dan tidak memiliki masalah dengan PKL.
Analisis dampak kuantitatif mengungkapkan hasil analisis stasitistik untuk berbagai indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai. Di Lembaga Penelitian SMERU, 33 November 2007
antara ketiga indikator kinerja tersebut di atas, supermarket secara statistik hanya berdampak pada jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional menjadi berkurang bila keberadaan pasar dekat dengan supermarket, dan demikian sebaliknya.
Hasil ini kemudian ditegaskan oleh temuan analisis kualitatif bahwa supermarket bukanlah penyebab utama kelesuan usaha yang dialami pedagang pasar tradisional. Para pedagang, pengelola pasar, wakil APPSI semuanya menegaskan bahwa langkah utama yang harus dilakukan demi menjamin keberadaan pedagang pasar tradisional adalah perbaikan infrastruktur pasar tradisional, pengorganisasian para PKL, dan pelaksanaan praktik pengelolaan pasar yang lebih baik. Para pedagang secara eksplisit mengungkapkan
keyakinan mereka bahwa supermarket tidak akan menyingkirkan usaha mereka jika tersebut di atas dapat dipenuhi.
Sementara itu, terdapat bukti nyata bahwa sebagian pedagang telah menutup usaha dagangnya selama tiga tahun yang lalu. Alasan untuk hal ini bersifat lebih kompleks dari sekadar karena hadirnya supermarket semata. Kebanyakan penutupan usaha erat berkaitan dengan persoalan internal pasar dan persoalan pribadi. Selain itu, pedagang yang pelanggan utamanya bukan rumah tangga dan telah membina hubungan yang baik dengan pelanggan selama waktu yang lama berkemungkinan lebih besar untuk bertahan dalam usahanya.
Hasil di atas lebih lanjut ditegaskan oleh kisah sukses pasar tradisional di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, yang tetap dapat mempertahankan pelanggannya meskipun di sekitarnya telah dibangun beberapa pasar modern (Pikiran Rakyat 2006; Tabloid Nova 2006). Kebersihan, keamanan, lahan parkir yang luas, dan fasilitas umum yang memadai tersedia di pasar ini. Ini membuktikan bahwa pasar tradisional yang kompetitif mampu bersaing dan hadir bersama dengan supermarket.

Rekomendasi

Perlu adanya peningkatan daya saing pasar tradisional yang melibatkan beberapa strategi yaitu :

– peningakatan infrastruktur yang baik, nyaman dan terutama menjamin kesehatan pengunjungnya.

– kebersihan yang selalu terjaga

– penerangan yang memadai

– konstruksi bangunan harus memudahkan pembeli.

Kedua, Pemerintah Daerah seharusnya mengorganisasi pedagang kaki lima sehingga mereka tidak secara sembarangan membuka lapak. Pemerintah Daerah seharusnya menyediakan kios-kios bagi pedagang. Hal ini penting adanya karena lokasi pedagang yang semrawut akan menghalagi pembeli masuk kedalam pasar.

Ketiga, rasanya penting mempertimbangkan adanya asuransi bagi para pedagang, pasalnya Kebanyakan pedagang tidak memiliki pilihan kecuali harus membayar tunai kepada para pemasok dan menggunakan modal sendiri untuk kegiatan bisnisnya ini berarti bahwa para pedagang harus menerima semua risiko yang berhubungan dengan usahanya Mengingat tidak lazimnya
penyediaan jaminan bagi sebuah usaha, maka para pedagang menjadi kelompok yang rentan terhadap setiap guncangan kecil sekalipun. Karena itu, upaya mengkaji jenis asuransi yang cocok bagi para pedagang menjadi penting artinya dan membantu mereka bila membutuhkan modal tambahan untuk pendanaan perluasan usaha.

Terakhir, perlu adanya kebijakan yang menyeluruh tentang pasar modern, kebijakan  mengenai hak dan tanggung jawab pengelola pasar, sampai sanksi bagi yang melanggar.  Perlu adanya pemantauan dan evaluasi agar persaingan kedua pasar ini tetap sehat dan tidak menggangu stabilitas ekonomi masyarakat.

ANALISIS JURNAL 2

Standar

Judul : REFLEKSI KOMPETISI HYPERMARKET DAN PASAR TRADISIONAL

Pengarang :  Ahmad Erani Yustika

Tahun :  –

Latar Belakang

Pasar yang potensial di Indonesia merupakan peluang yang menjanjikan dalam percaturan bisnis.  setelah diintrodusir kebijakan   Keppres No. 96/2000 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penanaman modal asing, perkembangan perusahaan asing bermodal kuat semakin pesat. Namun disamping itu keberadaan pasar tradisional pun agaknya semakin terpinggirkan.

Masalah

Dalam awal perkembangannya, pasar yang terjadi tidak memperlihatkan pasar yang terkonsentrasi pada segelintir pemain. Pendeknya, pasar sektor retail masih belum terjadi praktik oligopoli. Namun, dalam tiga tahun terakhir pola tersebut mengalami pergeseran, di mana pasar sektor retail Indonesia menjadi terkonsentrasi pada segelintir pemain saja. Naasnya, proses tersebut mengikutkan akuisisi perusahaan retail domestik oleh korporasi retail multinasional asing.

Tujuan Penelitian

fenomena kemiskinan yang terjadi pada pedagang-pedagang lemah, memang tidak bisa dilepaskan dari proses pemiskinan itu sendiri. Dalam konteks ini, pemiskinan pada pedagangpedagang kecil lebih disebabkan oleh pemiskinan secara formal yang terbungkus oleh pemiskinan secara informal. Artinya, aturan formal yang diformulasikan oleh pemerintah (daerah), misalnya Perda tentang pasar, secara tidak langsung telah meminggirkan pedagangpedagang
kecil yang syarat dengan nilai-nilai kearifan lokal dari pedagang-pedagang dengan modal besar. Pola peminggiran inilah yang akhirnya memperlihatkan bahwa pemiskinan itumerupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan ada suatu penetrasi kebijakan pemerintah dalam tata kelola pasar tradisional secara tepat.

Kesimpulan

– perkembangan supermarket tidak menyebabkan perubahan pendapatan dan laba secara signifikan, namun lebih menyebabkan terjadinya perubahan secara signifikan atas tenaga kerja di pasar tradisional.

– identifikasi itu terlihat bahwa preferensi konsumen dalam mengalihkan tempat
belanja dari pasar tradisional ke pasar modern memang dipandu oleh pilihan
rasional, yaitu harga yang lebih rendah, lebih terjaminnya kualitas atas barang yang dibeli, dan tempat yang lebih nyaman.

ANALISIS JURNAL 1: TUGAS 2 METODE RISET

Standar

Judul  : PENELITIAN DAMPAK KEBERADAAN PASAR MODERN (SUPERMARKET DAN HYPERMARKET) TERHADAP USAHA RITEL  KOPERASI / WASERDA DAN PASAR TRADISIONAL

Pengarang :  JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1

Tahun         : 2006

Latar Belakang

Pangsa pasar yang begitu besar, membuat usaha ritel berkembang demikian pesat. Jumlah penduduk yang meningkat secara signifikan memberikan arah perekonomian untuk menciptakan mekanisme pasar yang dekat dengan masyarakat. adalah bisnis ritel yang belakangan kian menjamur di berbagai daerah di Indonesia. Minat dalam bisnis ritel bukan hanya datang dari domestik, bahkan pihak asing pun tertarik untuk menggarap bisnis ini.

Tujuan

(1) Mengidentifikasi posisi pasar tradisional dan pasar modern (supermarket
dan hypermarket) dari aspek kelembagaan dan peraturan perundangundangan
yang berlaku;
(2) Mengetahui dampak kehadiran pasar modern (supermarket dan
hypermarket) terhadap usaha ritel yang dikelola oleh koperasi/waserda,
pasar tradisional, dan PKM;
(3) Menyusun suatu konsep pemberdayaan usaha perdagangan ritel yang
dapat diterapkan koperasi/waserda, pasar tradisional.

Masalah

Adakah dampak dari adanya pertumbuhan pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional? dan sejauh mana dampak yang dihasilkannya?

Metodologi Penelitian

Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
pendekatan partisipatif. Semua tenaga ahli dilibatkan dalam setiap tahapan
kerja. Dengan pendekatan ini, pembahasan hasil analisis dapat dilakukan
secara lebih komprehensif.

Analisis

Dari sisi kelembagaan,karakteristik pengelolaan pasar tradisional  dan pasar modern jelas berbeda. sistem pengelolaan pasar tradisional umumnya terdesentralisasi sedangkan sistem pengelolaan lebih terpusat yang memungkinkan pengelola induk dapat mengatur standar pengelolaan bisnisnya.

Hasil uji normalitas data (omzet penjualan, harga jual barang, dan jumlah
tenaga kerja) yang selanjutnya dikembangkan dengan uji beda, menunjukkan bahwa hanya  omzet penjualan (pasar tradisional) yang terbukti berbeda secara signifikan (memiliki perbedaan rata-rata) antara sebelum dengan sesudah adanya pasar modern. Sedangkan dua aspek lainnya yaitu harga jual barang dan jumlah tenaga kerja tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Sumber : Diolah dari output SPSS hasil pengolahan data penelitian, 2005

Kesimpulan

– Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam rangka pengaturan perpasaran, baik pasar tradisional maupun modern

– Secara makro, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran
pasar modern telah mengancam eksistensi pasar tradisional. Fakta ini
antara lain diungkap dalam penelitian AC Nielson yang menyatakan bahwa
pasar modern telah tumbuh sebesar 31,4%. Bersamaan dengan itu, pasar
tradisional telah tumbuh secara negatif sebesar 8%. Berdasarkan
kenyataan ini maka pasar tradisional akan habis dalam kurun waktu sekitar
12 tahun yang akan datang, sehingga perlu adanya langkah preventif untuk
menjaga kelangsungan pasar tradisional termasuk kelangsungan usaha
perdagangan (ritel) yang dikelola oleh koperasi dan UKM

– Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dampak keberadaan pasar
modern terhadap pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omzet
penjualan. omzet setelah ada pasar modern lebih rendah dibandingkan sebelum hadirnya pasar modern. Sedangkan variabel lainnya, yaitu jumlah tenaga kerja dan harga jual barang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan

IJTIHAD DAN VARIASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Standar

Industri perbankan syariah harus melakukan inovasi untuk menghadapi persaingan global. Perlu kerjasama berbagai pihak, pemerintah, masyarakatkaum ulama, akademisi agar dapat menciptakan inovasi produk yang tepat dan sesuia keinginan konsumen sehingga dengansendirinya akan membesarkan peran perbankan syariah dalam perekonomian dengan demikian bank syariah mampu berkontribusi bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Perlu kajian mendalam bagaimana meningkatkan daya saing bank syariah. Bank Indonesia telah menyiapkan peraturan, regulasi dan perencanaan, diharapkan bank syariah dapat merespon sehingga kerjasama yang terjalin selama ini dapat membesarkan peran bank syariah. Dalam rangka masyarakat  ekonomi  ASEAN, nantinya  industri bank syariah akan dibuka selebar-lebarnya. Bank asing dimungkinkan memiliki peran 90% dari pada bank syariah, sementara rata-rata di ASEAN peranan asing didalamnya sekitar 30%. Tentu saja apabila kita tidak mengantisipasi hal ini akan membuat dampak yang negatif bagi bank syariah.

Pada dasarnya bisinis muamalah bersifat terbuka maka ijtihad / inovasi sangat diperlukan. Ijtihad memiliki rambu-rambu  yaitu sesuai Al-quran dan as sunnah. Segala sesuatu yang bersifat kontemporer dapat di ijtihadkan sepanjang belum diatur secara eksplisit oleh Al-quran dan as sunnah. Riba adalah sesuatu tang tidak dapat di ijtihadkan, tetapi bagaimana cara menghindarinya memerlukan pemikiran, mengenai alternatifnya.

Peran ijtihad para ulama bagaimana mengharmonisasi  antara apa yang terjadi  dilapangan dan aturan normatif agama. Harmonisasi dapat diijinkan apabila sesuai dengan tuntunan  Al-quran dan as sunnah.

Sumber : Sukses Syariah Metrotv

 

PERAN PEMERINTAH MENDORONG INVESTASI SYARIAH

Standar


Berbagai bentuk bisnis invesatasi dapat dilakukan dalam bentuk syariah. Islamic Development Bank adalah bank pertama yang didirikan oleh negara muslim termasuk indonesia sebagai negara dengan penduduk  muslim terbesar di dunia. Perkembangan dunia investasi mendorong indonesia untuk menerbitkan beberapa instrumen investasi non bank seperti surat berharga syariah negara atau terakhir ini pemerintah menerbitkan surat perbendaharaan negara syariah.

IDB sebagai international financing institution seperti halnya Asean Development Bank atau World Bank  sebagai bank pembangunan yang berfungsi umtk mendorong dan membiayai proyek pembangunan negara-negara. Perbedaan IDB dan ADB terletak pada landasan dan falsafahnya. IDB  menganut islamic finance, sedangkan ADB conventional finance.

Peran IDB di Indonesia secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yakni:

  1. Diarahkan untuk proyek pembangunan seperti infrastruktur, universitas dan lain sebagainya.
  2. Ditujukan untuk mendorong perkembangan islamic finance di Indonesia. Sudah banyak universitas yang dibangun melalui pembiayaan IDB salah satunya IAIN. Dari sektor pendidikan tersebut IDB secara tidak langsung mendorong sumberdaya manusia syariah. Kegiatannya juga melingkupi training, pemberian beasisiwa bagi warga yang tertarik dengan ekonomi syariah.

Salah satu hambatan secara umum perkembangan keuangan syariah adalah sdm disamping kemampuan bank syariah itu sendiri untuk melakukan pebetrasi pasar. Faktor SDM bisa dimaklumi karena keuangan syariah masih relatif baru sehingga kehadirannya pada kurikulum pendidikan masih terbatas.

 

dari : Sukses Syariah Metrotv