Judul : DAMPAK SUPERMARKET TERHADAP PASAR DAN PEDAGANG RITEL TRADISIONAL DI DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA
Pengarang : Daniel Suryadarma
Adri Poesoro
Sri Budiyati
Akhmadi
Meuthia Rosfadhila
Tahun : November, 2007
Latar Belakang
Supermarket bermerek asing mulai masuk ke Indonesia pada akhir
1990-an semenjak kebijakan investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998. Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan supermarket di kotakota lebih kecil dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang harga. Akibatnya, bila supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an (CPIS 1994), penjamuran supermarket hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui strategi pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah untuk mengakses supermarket. Persoalan ini tentu juga dialami di negara berkembang lainnya (Reardon et
al 2003; Collett & Wallace 2006). Kendati persaingan antarsupermarket secara teoretis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu. Studi ini menganalisis dampak supermarket pada pasar tradisional.
Tujuan
Studi ini mengkaji kebenaran di balik klaim-klaim tersebut dengan mengukur dampak supermarket pada pedagang pasar tradisional di pusat-pusat perkotaan di Indonesia.
Masalah
klaim bahwa pasar tradisional merupakan korban sesungguhnya dari
persainga, karena mereka terpaksa kehilangan pelanggan akibat tawaran produk produk bermutu dengan harga murah dan kenyamanan lingkungan berbelanja dari supermarket. Karena itu, ada desakan agar pembangunan supermarket dibatasi, khususnya pada lokasi yang berdekatan dengan pasar tradisional.
Metodologi
Studi ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi dampak kuantitatif menggunakan metode difference-in-difference dan model ekonometrik, dua metode yang lazim dipakai dalam evaluasi dampak (Baker 2000). Sementara itu, evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan informan kunci. Studi ini menggunakan kuesioner untuk para pedagang dan panduan wawancara untuk para informan kunci sebagai instrumen penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tentang
pendapat para pedagang mengenai usahanya dan dampak supermarket, serta fakta berkenaan dengan kegiatan pedagang.
A. Metode Difference-in-Difference(DiD)
Metode DiD mensyaratkan pencatatan keadaan dalam dua periode waktu – sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Dalam hal ini, perlakuan adalah pembukaan supermarket. Selanjutnya, juga harus terdapat kelompok kontrol (contoh: pedagang di pasar tradisional tanpa supermarket di sekitarnya), dan karakteristik kelompok perlakuan dan kelompok kontrol harus serupa. Kerangka metode DiD ditunjukkan oleh persamaan 1.
Dampak = (T2 – T1) – (C2 – C1) (1)
Di mana T1 dan T2 merupakan kondisi pedagang di pasar tradisional sebelum dan sesudah hadirnya supermarket dekat pasar tradisional, sedangkan C1 dan C2 merupakan keadaan para pedagang di pasar tradisional di mana tidak terdapat supermarket di dekatnya selama periode yang sama seperti kelompok perlakuan. Jika dampak secara signifikan berbeda dari nol, maka supermarket berdampak nyata pada pasar tradisional. Dalam studi ini, periode data awal (baseline) ditetapkan pada 2003 untuk menjamin agar pedagang relatif masih memiliki ingatan yang baik akan keadaan pada waktu tersebut.
Selain itu, kehadiran hipermarket di kota-kota lebih kecil dimulai pada akhir 2003, yang membuat tahun tersebut cocok sebagai baseline.
B. Model ekonometrik
Bila DiD hanya menghitung apakah perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik siginifikan tanpa mengontrol variabel lain, maka model ekonometrik mengontrol kondisi-kondisi lain yang turut menyumbang pada hasil. Kondisi yang terukur mencakup tingkat pendidikan pedagang, jenis komoditas yang dijual, dan lokasi kios. Untuk mengontrol keadaan yang tidak teramati, disertakan juga variabel boneka lokasi dalam beberapa variabel khusus. Studi ini menggunakan dua bentuk model ekonometrik yang langsung dapat diestimasi (reduced forms). Yang pertama hanya menggunakan kondisi ex-ante (kondisi sebelum
dilakukan intervensi) sebagai variabel kontrol, sementara yang lain menggunakan baik kondisi ex-ante dan perubahan-perubahannya antara 2003 dan 2006. Model-model umum yang digunakan ditunjukkan dalam persamaan 2 dan 3.
i i i i DC =a + bX +gS +e (2)
‘ ‘ ‘ ‘ ‘
i i i i i DC =a + b X +q DX +g S +e (3)
di mana DCi adalah perubahan proporsional dalam indikator kinerja pedagang i. Indikator kinerja yang kita pakai adalah keuntungan, omzet, dan jumlah karyawan. Xi adalah variabel kontrol, DXi adalah perubahan dalam variabel kontrol, dan Si adalah variabel yang membedakan kelompok kontrol dari kelompok perlakuan, di mana digunakan dua indikator yang berbeda: variabel boneka dan jarak pada supermarket terdekat. Rata-ratadan deviasi standar variabel kontrol dapat dilihat di Lampiran V.
C. Wawancara Mendalam
Evaluasi dampak kualitatif mencakupi wawancara dengan para pemangku kepentingan di sektor usaha ritel: pedagang pasar tradisional yang terseleksi; pengelola pasar tradisional; pengelola supermarket; pejabat pemerintah terkait di badan-badan perencanaan daerah, dinas industri dan perdagangan, dan dinas pasar; APRINDO; dan APPSI di kabupaten sampel. Secara total, 37 informan kunci diwawancara.
Analisis
Dari hasil pengamatan, ada sebagian pasar tradisional yang terkena dampak supermarket sementara sebagian lainnya tidak. Demikian itu dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
Pertama adalah faktor jarak antara pasar tradisional dan supermarket, di mana
pasar tradisional yang berada relatif dekat dengan supermarket, paling banyak terkena dampak.
Kedua, faktor yang terpenting adalah karakteristik konsumen pada pasar
tradisional. Pasar tradisional yang pelanggan utamanya dari kalangan kelas menengah ke atas, seperti Pasar Pamoyanan, merasakan dampak yang paling besar akibat kehadiran supermarket. Semakin jauh jarak pasar tradisional ke supermarket, semakin banyak jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang.
Kesimpulan
Umumnya, para pedagang baik pada pasar perlakuan maupun pada pasar kontrol sama sama mengalami kelesuan usaha selama tiga tahun, antara 2003 dan 2006. Dalam wawancara mendalam, para responden mengungkapkan bahwa penyebab utama kelesuan ini adalah lemahnya daya beli pelanggan sebagai akibat lonjakan harga BBM pada 2005 dan peningkatan persaingan dengan PKL yang berjualan di lahan parkir dan area lain di sekitar pasar, dan bahkan menutup pintu masuk pasar. Penyebab ketiga yang terkait dengan kelesuan usaha yang dialami pedagang pasar tradisional adalah supermarket. Hal ini secara khusus ditemukan pada pedagang di pasar kelompok perlakuan. Secara khusus
supermarket telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kelesuan usaha para pedagang di Pasar Pamoyanan di Bandung, satu-satunya pasar dalam studi ini yang mayoritas pelanggannya berasal dari rumah tangga kelas menengah dan tidak memiliki masalah dengan PKL.
Analisis dampak kuantitatif mengungkapkan hasil analisis stasitistik untuk berbagai indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai. Di Lembaga Penelitian SMERU, 33 November 2007
antara ketiga indikator kinerja tersebut di atas, supermarket secara statistik hanya berdampak pada jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional menjadi berkurang bila keberadaan pasar dekat dengan supermarket, dan demikian sebaliknya.
Hasil ini kemudian ditegaskan oleh temuan analisis kualitatif bahwa supermarket bukanlah penyebab utama kelesuan usaha yang dialami pedagang pasar tradisional. Para pedagang, pengelola pasar, wakil APPSI semuanya menegaskan bahwa langkah utama yang harus dilakukan demi menjamin keberadaan pedagang pasar tradisional adalah perbaikan infrastruktur pasar tradisional, pengorganisasian para PKL, dan pelaksanaan praktik pengelolaan pasar yang lebih baik. Para pedagang secara eksplisit mengungkapkan
keyakinan mereka bahwa supermarket tidak akan menyingkirkan usaha mereka jika tersebut di atas dapat dipenuhi.
Sementara itu, terdapat bukti nyata bahwa sebagian pedagang telah menutup usaha dagangnya selama tiga tahun yang lalu. Alasan untuk hal ini bersifat lebih kompleks dari sekadar karena hadirnya supermarket semata. Kebanyakan penutupan usaha erat berkaitan dengan persoalan internal pasar dan persoalan pribadi. Selain itu, pedagang yang pelanggan utamanya bukan rumah tangga dan telah membina hubungan yang baik dengan pelanggan selama waktu yang lama berkemungkinan lebih besar untuk bertahan dalam usahanya.
Hasil di atas lebih lanjut ditegaskan oleh kisah sukses pasar tradisional di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, yang tetap dapat mempertahankan pelanggannya meskipun di sekitarnya telah dibangun beberapa pasar modern (Pikiran Rakyat 2006; Tabloid Nova 2006). Kebersihan, keamanan, lahan parkir yang luas, dan fasilitas umum yang memadai tersedia di pasar ini. Ini membuktikan bahwa pasar tradisional yang kompetitif mampu bersaing dan hadir bersama dengan supermarket.
Rekomendasi
Perlu adanya peningkatan daya saing pasar tradisional yang melibatkan beberapa strategi yaitu :
– peningakatan infrastruktur yang baik, nyaman dan terutama menjamin kesehatan pengunjungnya.
– kebersihan yang selalu terjaga
– penerangan yang memadai
– konstruksi bangunan harus memudahkan pembeli.
Kedua, Pemerintah Daerah seharusnya mengorganisasi pedagang kaki lima sehingga mereka tidak secara sembarangan membuka lapak. Pemerintah Daerah seharusnya menyediakan kios-kios bagi pedagang. Hal ini penting adanya karena lokasi pedagang yang semrawut akan menghalagi pembeli masuk kedalam pasar.
Ketiga, rasanya penting mempertimbangkan adanya asuransi bagi para pedagang, pasalnya Kebanyakan pedagang tidak memiliki pilihan kecuali harus membayar tunai kepada para pemasok dan menggunakan modal sendiri untuk kegiatan bisnisnya ini berarti bahwa para pedagang harus menerima semua risiko yang berhubungan dengan usahanya Mengingat tidak lazimnya
penyediaan jaminan bagi sebuah usaha, maka para pedagang menjadi kelompok yang rentan terhadap setiap guncangan kecil sekalipun. Karena itu, upaya mengkaji jenis asuransi yang cocok bagi para pedagang menjadi penting artinya dan membantu mereka bila membutuhkan modal tambahan untuk pendanaan perluasan usaha.
Terakhir, perlu adanya kebijakan yang menyeluruh tentang pasar modern, kebijakan mengenai hak dan tanggung jawab pengelola pasar, sampai sanksi bagi yang melanggar. Perlu adanya pemantauan dan evaluasi agar persaingan kedua pasar ini tetap sehat dan tidak menggangu stabilitas ekonomi masyarakat.